Selasa, 20 Mei 2008

cinta kagak bisa diteorikan ato diandaikan dalam prinsip ....

natural, happening and developing. Well, it s true if there are classification of love such....

gua gak ngerti maksud loe dengan hubungannya commercial
contohnya apa dengan masyarakat?....maksudnya dengan pengaruh pengalaman masyarakat apa? ...can u explore more..?
*

Sapere Aude! Berpikirlah sendiri!
Immanuel Kant pernah berkata : "Dua hal memenuhi hati sanubari dengan penuh takzim dan takjub, dengan kedua hal inilah pikiran menyibukkan diri : Langit berbintang di atas saya dan hukum moral di dalam saya".
Kalau bagi aku, pikiranku menyibukkan diri dengan apa yang ada "di seberang" langit berbintang dan hukum moral dalam hati itu; Aku bicara tentang cinta.
CINTA itu seperti laut, sedangkan pikiran kita itu seperti gayung. Tapi gayung itu bisa menampung sedikit saja air laut yang luas itu.

Seperti itulah bahasa yang kita pakai untuk mengartikan cinta: Kita sebut cinta itu prinsipil untuk membedakannya dari nafsu yang irrasional, kita sebut suci untuk membedakannya dari sekedar suatu hasil evolusi sosial manusia, kita sebut tak terbatas untak membedakannya dari pengetahuan kita yang terbatas.

Ada kata2 yang aku senangi dari pengantar Codex Iuris Canonici bunyinya kira2 begini: "Hukum (Lex) di buat bukan untuk menggantikan cinta kasih dan karunia tetapi untuk keteraturan yang memberikan tempat utama kepada cinta kasih dan karunia".
Teori tentang cinta juga begitu; bukan untuk menggantikan cinta itu sendiri, tetapi agar cinta yang sebenarnya mendapatkan tempatnya yang terhormat dalam kehidupan.

Maksudku tentang hubungan cinta dengan masyarakat itu begini loh mbak:
Masyarakat kita sekarang semakin canggih, makin efisien dan makin efektif.
Teknologi membuat pekerjaan makin mudah. Tapi akibatnya manusia jatuh pada penyembahan diktat nilai2 ekonomis; alienasi diri. Contohnya: Di kota2 besar kadang2 tetangga sendiri aja kagak tau! ELU ELU GUA GUA NGANA NGANA BETA BETA.

Daripada produksi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan justru kebutuhanlah yang dimanipulasi untuk memenuhi produksi, liat aja iklan pembalut, mulai dari yang bersayap ampe yang tipis kayak kertas aja ada. Bahkan segala usaha membongkar kebrobokan struktural ini pun dijinakkan bahkan turut dikomersialisasikan. Kasarnya jadi barang komoditi. Usaha ini kita bisa kategorisasikan agama, filosofi, ideologi. Mari kita lihat contohnya: Masih ingat waktu kita bahas THM harus tutup selama bulan ramadan? THM kita andaikan tempat maksiat, dia harus tutup selama puasa, tapi bulan2 lain silakan buka. Itukan sama saja mengajak masyarakat di bulan Ramadan untuk berbenah diri serta bertobat dan di bulan2 lain untuk bermaksiat.
Jadi apa yang kita lihat? Agama jadi komoditi! Sekedar kedok untuk melancarkan struktur yang sudah sedemikian bobrok.

Jadi intinya biarpun kita capek2 ngomongin prinsip2 mulia seperti Cinta, Kebaikan, Agama, Etika. Semuanya sia2 kalau kita mengembalikan dalam pemahaman kita yang bersandarkan pada pengalaman kita di masyarakat.
Kita perlu revolusi dan yang perlu kita revolusi pertama kali adalah cara berpikir kita.
Kita tidak perlu merombak semua norma yang ada karena gak kita percayai lagi(gak perlu) tapi pendekatan terhadap norma2 itu yang perlu kita ubah.
Yg kita pentingkan bukan bagaimana sesuatu itu berjalan sesuai aturan yg ada tapi bagaimana prinsip2 yang mendasari semua peraturan itu bisa terjamin.
Contohnya : Peraturan lalu lintas tidak boleh dilanggar karena menjamin keselamtan manusia. Tapi bagaimana dengan ambulans yg membawa orang sekarat? Jadi yang diutamakan kita lihat adalah keselamatan manusia. Kita tidak meniadakan norma2 tetapi mau kritis kalau norma2 itu justru menjadi tujuan pada dirinya sendiri. Yang boleh menjadi tujuan adalah prinsip yang mendasari norma itu. Dan seperti yang di atas tadi, prinsip di atas semua prinsip itu adalah CINTA

Tidak ada komentar: